Monday, October 2, 2017

Last Minute MR Campaign Lumajang

Akselerasi Kampanye MR Ala Lumajang


Masih soal Measles rubella, pada tulisan terdahulu "Kompetisi" Kampanye MR", bagaimana diyakinkan bahwa kesimpulan "memble" yang ditulis salah satu kolom Jawa Pos pada capaian MR Lumajang,  terlalu prematur.

Delapan hari kemudian, per 30 September 2017, capaian proyeksi Lumajang tepat pada posisi 99,47%. Hampir klop dengan estimasi Bude Jamillah (waktu itu) dengan melihat trend harian dan akselerasi yang telah dengan sangat luar biasa dilakukan petugas di lapangan.

Pada akhirnya Pakde Parto yakin bahwa Jatim Oke Lumajang Memble hanya soal diksi rima pantun (oke-memble). Bukan soal lain. Seharusnya bisa juga sih dipilih oke dan kurang kece, atau oke - kurang sae, lanjut Pakde sedikit bersungut.

Antrian MR Mengular sampai luar rumah sakit
Kampanye imunisasi MR yang dicanangkan di Jogja oleh Presiden Joko Widodo, 1 Agustus 2017, dilaksanakan serentak diseluruh propinsi di pulau Jawa pada bulan Agustus dan September 2017 ini. Pun demikian di Lumajang Jawa Timur. Dengan latar belakang persoalan yang mendera, hari-hari terakhir kampanye MR di  Lumajang menyisakan banyak cerita. Khususnya diseputar upaya akselerasi cakupan yang dilakukan seluruh pihak untuk mempercepat capaian. Memastikan seluruh sasaran telah mendapatkan imunisasi MR.

Pada minggu-minggu terakhir itu peran penting sangat dirasakan dari tim dokter spesialis anak. Sangat mobile bergerak pada lokasi-lokasi (sekolah, Ponpes, atau tempat lain) dimana keraguan masih tinggi. Baik karena hoax keamanan vaksin, kontra indikasi, isu halal haram atau sebab lain. Tim ini full support. Dari sosialisasi advokasi ulang sampai dengan konseling sasaran. Bahkan salah satu tim berseloroh bilang telinga sampai "mendenging" karena stetoskop terus tercekat hinga ratusan pasien dalam sekali waktu.

Disudut lain, sehari sebelum deathline masa kampanye MR, ratusan orang mengular di salah satu rumah sakit swasta di Lumajang. Satu hal yang pasti, karena konseling dilakukan oleh tenaga yang sangat dipercaya (dr.Spesialis).Berduyun rela antri untuk mendapatkan imunisasi MR untuk putra-putri  mereka.  Sesuatu yang seharusnya dengan sangat mudah mereka dapatkan di sekolah, posyandu, atau Puskesmas dekat rumah tinggal mereka. Tanpa mengantri, petugas mendatangi mereka. Vaksin nya sama persis. Satu pabrik dengan yang di rumah sakit. Bahkan tim vaksinatornya sama.  Pakde Parto baru "ngeh" bagaimana medsos sangat efektif berpengaruh pada psikologi sosial, apapun yang dibawa.


Siang itu juga diterima permintaan tambahan vaksin MR dari rumah sakit umum Dr. Haryoto. Ternyata persediaan vaksin secara cepat menipis karena  pasien jauh lebih banyak dari estimasi. Berjubel masyarakat dari berbagai kecamatan rela mengantri untuk imunisasi MR. Selama masa kampanye, rumah sakit ini menerima rujukan imunisasi (karena kontra indikasi, atau sebab lain) dari seluruh wilayah. Namun dua hari terakhir itu, tidak sebatas pasien rujukan yang datang. Sebagian besar juga karena lebih "mantep" memilih jika imunisasi di lakukan di rumah sakit.Sebagian besar dikoordinir desa dan Puskesmas. Sebagian lain datang secara mandiri.

injury time MR campaign
Tidak hanya di rumah sakit, pun di Puskesmas Kota, terjadi antrian ratusan masyarakat berbondong memanfaatkan detik-detik terkahir masa kampanye. Mereka berasal dari berbagai latar belakang. Petugas  sigap melayani. Sesuatu yang sudah biasa mereka lakukan bahkan berminggu sebelum ini,setiap hari. Sebagai limpahan berbagai pos pelayanan di Posyandu, PAUD, TK, SD, dan SMP. Karena sedang sakit pada saat jadwal MR di sekolah, karena ragu-ragu, atau sebab lain.

Sekali lagi Pakde Parto teringat fenomena (dua minggu sebelumnya), dimana masyarakat berbondong minta surat keterangan sehat hanya untuk memastikan anaknya memenuhi kualifikasi untuk diimunisasi.Karena isu dan hoax.

Dari petugas lapangan juga diterima upload foto pelaksanaan imunisasi MR malam hari pada beberapa pos. Sungguh belum pernah terjadi sebelum ini, pembagian shift kerja imunisasi pada malam hari.

Yang juga secara intens melakukan "push" dan pendampingan dilapangan adalah camat kepala wilayah. Pemantauan dan intervensi dilakukan tim pada masing-masing kecamatan. Seperti yang dilakukan pada salah satu wilayah ini, camat ikut melakukan rekapitulasi cakupan dari masing-masing pos. Mendata Sasaran-sasaran yang belum diimunisasi, beserta masalah yang dihadapinya. Kemudian bersama muspika langsung menjadwalkan sosialisasi dan advokasi. Sungguh sebuah sinkronisasi kerja yang luar biasa, memenuhi tenggat waktu yang tersisa.

Belum lagi berbagai upaya terkhir untuk negosiasi pada sasaran yang masih "kekeh" pada keputusan untuk tidak ikut program nasional imunisasi MR ini. Beberapa berhasil, sebagian kecil diantaranya mentok. Seperti kegagalan meyakinkan salah satu pos penting di salah satu wilayah. Berombongan lengkap sudah siap dengan logistik vaksin, pelarut, spuit, anafilaktik kit. Sudah berkali datang, sudah berkali pula ditolak. Toh diujung akhir diskusi memang tidak ada sanksi untuk yang menolak kampanye ini. Sesuatu yang tentu (menurut Pakde Parto) kontadiktif dengan roh "massal" pada kampanye ini. Seharusnya negara punya perangkat paksa untuk sesuatu yang diyakii akan berakibat fatal bagi orang lain jika sebagian kelompok menolak imunisasi ini.

Disudut lain, di ruang kendali rekapitulasi Kabupaten, petugas sibuk download dan konfirmasi laporan pelaksanaan di lapangan. Bertubi email dan WA silih berganti, sebagian konfirmasi angka dan cakupan, sebagian terkait update susulan hasil pelaksanaan. Mengejar target waktu pelaporan hari itu.

Overall, average ....

Jika dianalisa  dengan trend pencapaian harian cakupan MR Lumajang, plus upaya akselerasi terakhir yang luar biasa dari seluruh komponen (seperti gambaran diatas), maka capaian akhir kampanye ini tentu sebuah keniscayaan. Selanjutnya tinggal melakukan sweeping untuk sasaran yang masih tersisa. Memastikan seluruh sasaran telah mendapatkan imunisasi. Mewujudakan Lumajang bebas campak dan rubella. Semoga ...

0 comments:

Post a Comment

Join, please