Monday, September 6, 2010

DPRD Kabupaten Lumajang

DPRD Lumajang Khabarmu Kini

Sejak hijrah dari tlatah negeri reog, sejak para warok melepas berat hijrah itu, baru kali ini kutemui ontran-ontran panjang di negeri Minak Koncar ini. Lumajang di tingkat “elit” sedang meriang bin demam dengan disharmonisasi hubungan.eksekutif-legislatif.

Awal cerita dimulai ketika pilbub 2008 dimenangi calon dari partai non mayoritas di lokal parlemen. Dan seperti budaya kita selama ini, the winner so win for success team. Kondisi ini melahirkan banyak barisan sakit hati dari berbagai posisi dan latar belakang profesi. Mereka, implisit-eksplisit memanfaatkan (mempunyai) akses pada alternatif kekuasaan (baca DPRD).

Cerita bergulir dengan kebijakan dan typikal Bupati yang sangat terbuka untuk memunculkan peluang perdebatan. Dan celakanya kebijakan yang debatable itu kurang disiapkan “ubo rampe” nya, baik alibi maupun data pendukungnya oleh punggawa di bawahnya.

Khusus yang berhubungan dengan DPRD Lumajang, pertarungan (eksplisit dan implisit), telah mengorbankan banyak kepentingan. Sebut saja yang paling mencolok nasib Anggaran PAK - dengan sekian banyak kepentingan dan penerima manfaat yang tergantung kepadanya – hingga Idul Fitri 1431 H ini tidak jelas statusnya. Dan lagi-lagi masyarakat - langsung maupun tidak – menerima dampak buruknya.

Kondisi kekinian di Lumajang dengan disharmonisasi hubungan eksekutif dan legislatif selama ini tidak ditemukan di era-era sebelumnya. Pada masa lalu tingkat kompromistis kepentingan bisa sangat fleksibel di negosiasikan, sehingga Muspida tampak guyub rukun. Secara psikis kondisi tersebut “sejuk” dipandang dan di dengarkan, walaupun secara realita kita percaya banyak harga yang harus di bayar untuk menciptakannya.

Menurut catatan Bude Jamillah, DPRD Lumajang terlalu asik bermain politik kepentingan. Dan celakanya kepentingan yang dimainkan sangat kurang memihak pada kepentingan mayoritas masyarakat. Sebetulnya Bude Jamillah paham bahwa itu memang sudah menjadi “genre” mereka, mulai dari tingkat paling atas sampai tingkat anak cabang di tingkat Desa, bahwa wakil rakyat masih menjadi wakil konstituen (baca parpol). Masih sangat sedikit bibit negarawan yang lahir melalui rahim partai politik.

Pertempuran di tingkat Legislatif sebetulnya akan sedikit berimbang andai saja pengusung sang Bupati dulu sedikit mayoritas. Jika kondisi minoritas seperti saat ini, sebetulnya sangat disyaratkan seni melakukan kompromi, juga perlu tim negosiator yang andal, sehingga daya tawar rendah bisa fleksibel dijual.

Bude jamillah mencatat hanya beberapa gelintir Perda dan anggaran (yang ini sebetulnya tugas rutin mereka) yang dihasilkan oleh wakil Parpol di DPRD ini. Apalagi jika mereka gagal mengesahkan PAK 2010, akan menjadi sah jika banyak pertanyaan “ Ngapain saja mereka selama ini?”. Pertanyaan ini bisa berkembang menjadi seberapa komitmen mereka (sebetulnya), dalam mengemban amanat memperjuangkan kepentingan masyarakat?

Menurut analisa Bude Jamillah kondisi di Lumajang memang setali tiga uang. Sementara Bupati sibuk membuka front pertempuran (baik di Pengadilan Negeri Jember, maupun di tingkat lokal), sedangkan DPRD Lumajang menggunakan seluruh energi dan potensinya untuk menjegal dan menjatuhkan Bupati.

Next Posing : Lumajang pasca Bupati non Aktif Sementara ....

2 comments:

  1. yang pertama baca....salam kenal dari warga lumajang

    ReplyDelete
  2. Selamat datang mama, salam kenal balik, terima kasih sudah berkunjung ....

    ReplyDelete

Join, please