Wednesday, March 12, 2014

DR. HARYOTO HOSPITAL UNHOSPITALITY


Kyai Kasrtubi berkunjung di rumah sakit di pinggir kota itu dengan amat ringan dan tanpa beban. Baru memasuki pintu masuk yang diujungya terbentang selasar dan taman pojok yang dilengkapi air mancur dan biorama alam yang terkesan eksklusif, resepsionis yang di bibirnya telah terpasang cetak biru sinyum dan sapa ramah, menyambutnya dengan kesan kuat akan ketulusan.

Setelah berbasa-basi sejenak, dengan sigap petugas pengantar mengarahkan Kyai Kastubi ke ruang VI C di lantai 4, tempat Ibu Juminah Kasim dirawat . Mayoritas perawat dan dokter di Rumah Sakit itu telah mengenal Ibu Kasim (begitu Kyai Kastubi memanggilnya ...), karena hampir setiap dua minggu sekali ibu janda tua tanpa anak dari keluarga miskin ini keluar masuk rumah sakit untuk melakukan terapi cuci darah ..


Ibu Kasim tidak kelihatan bahagia walaupun ruang tempat belau dirawat full AC, kamar mandi dengan pilihan air dingin dan panas, WC duduk, TV, telepon, dan balkon ruang tunggu keluarga yang menghadap taman hijau nan sejuk. Ruangan nyaman itu dipantau dengan CC TV yang dikendalikan dari sebuah ruangan yang selalu mengawasi tiap-tiap blok (terdiri dari 10 kamar). Sewaktu-waktu pasien maupun keluatrga penunggu dapat memanggil dokter jaga melalui jaringan telepon lokal yang terhubung dengan ruang piket dokter dan perawat.


Birokrasi di rumah sakit itu seperti pada rumah sakit lainnya selalu hanya mensyaratkan KTP dan Kartu Askesnas yang telah dipunyai oleh seluruh penduduk di republik ini. Kyai Kastubi masih ingat dahulu ketika republik ini masih berjubel dengan masalah dan caci maki anak-anaknya, saat dimana untuk mencari bukti kemiskinannnya seseorang harus antre di balai desa dan harus berdebat dengan pihak rumah sakit.
Beliau masih ingat ketika menjenguk salah seorang anak sahabatnya yang divonis menderita gizi buruk (waktu itu amat marak di buru para kuli tinta). Anak yang sejak pertama kali divonis telah marasmus dan kwasiorkhor enam bulan lalu itu masih berada di rumah orang tuanya, yang tidak sanggub memberinya visualisai kasih sayangnya dalam bentuk memberikan asupan makan yang layak. Orang tua yang malang itu hanya mampu mengekspresikan kasih sayangnya melalui deraian air mata dan do’a panjangnya siang dan malam. Saat itu Kyai Kastubi berusaha kuat mengajaknya ke rumah sakit dengan jaminan biaya dari Tuhan. 

Beliau sendiri sebetulnya masih tergolong miskin harta terlebih miskin struktural. Beliau tidak punya link dan koneksi kepada birokrat dan rumah sakit, sesuatu yang saat itu masih mujarab untuk memuluskan pelayanan.
Saat secara rutin Kyai Kastubi menjenguk si anak gizi buruk ini selalu beliau salah tingkah. Kebiasaan saat menjenguk memberikan oleh-oleh dan memberikan uang sekedarnya pada pasien atau keluarga pasien, pada saat itu amat berat beliau lakukan. Bukan karena masalah tingkat keikhlasan, namun karena masalah 

Coverage. Di ruang klas III tempat anak itu dirawat, seperti di rumah sakit lain di republik ini saat itu, ruangan klas III merupakan ruang khusus pasien dari golongan keluarga miskin. Ruang atau bangsal ini ditempati oleh 8 -10 pasien dan keluarga penunggunya yang kesemuanya memang miskin, dan amat butuh bantuan. Ketika memberikan sesuatu kepada salah satu dari mereka tatapan mata yang lainnya sangat membuat Kyai Kastubi tidak enak hati.


Ah, itu cerita masa lalu, dan kyai Kastubi amat bersyukur melihat fasilitas perawatan Ibu kasim saat ini. Sistem pelayanan kesehatan betul – betul enak dan kepenak. Pasien tinggal memberikan kartu Askesnas (Asuransi Kesehatan Nasional) yang berbentuk seperti Kartu ATM, kemudian petugas rumah sakit tinggal menggesekkannya pada mesin AHSM (automatic health services machine), maka semuanya akan beres. 

Informasi yang terpampang di monitor mesin antara lain nama, jenis kelamin, alamat, nomor identitas diri, kode asuransi diri. Informasi dan pelayanan yang terekam pada kode asuransi diri ini antara lain secara otomatis kartu akan nge-link ke sumber pembiayaan kesehatan. Dan untuk Ibu Kasim yang berasal dari Gakin, Klaim pembiayaan akan di tujukan secara otomatis ke rekening Presiden. Senat negeri ini melalui amandemennya telah memberikan amanat kepada pucuk pemimpin negera untuk menanggung biaya kesehatan kaum duafa (yang jumlanya relatif kecil), dan itu tidak sampai menghabiskan 2% dari Anggaran negara yang sebagian besarnya dialokasikan pada research kelautan dan pertanian.


Siang itu Kyai Kastubi tidak bisa berlama lama di ruang Ibu kasim, karena dokter spesialis spiritual quation telah masuk ruangan untuk observasi akhir sebelum ibu kasim pulang .....
Ponorogo, 3 April 2030

0 comments:

Post a Comment

Join, please