Tuesday, November 2, 2010

Membandingkan DR. Sjahrazad Masdar dengan DR. Sri Mulyani Indrawati

Korban Kebijakan ?

Baru kali ini Bude Shokilah tertarik masalah politik dan hukum. Sesuatu yang mengusik fikiran beliau, sebetulnya sudah lama dipendamnya, sejak kasus ini mencuat dan menjadi hangat di Lumajang. Masalah yang menimpa mantan pelaksana tugas Bupati Jember yang saat ini Bupati Lumajang, DR. Sjahrazad Masdar MA. Bagi beliau masalah itu identik dengan Kasus Century yang menimpa DR. Sri Mulyani Indrawati. Keduanya sama-sama sangat bernuansa politis, keduanya sama-sama berbau kebijakan, keduanya sama-sama bernuansa konsekuensi!

sri mulyani

Agar sedikit lebih keren dan “ndakik-ndakik”, Bude Shokilah mencoba mencoba googling dan dicantumkanlah pengertian KEBIJAKAN menurut beberapa hikayat berikut :

  1. Kebijakan sebagai pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (whatever government chooses to do or not to do) - Thomas Dye.
  2.  
  3. Kebijakan pemerintah sebagai “kekuasaan mengalokasi nilai-nilai untuk masyarakat secara keseluruhan.” - Easton
  4. Kebijakan sebagai program yang diproyeksikan berkenaan dengan tujuan, nilai dan praktek (a projected program of goals, values and practices).(Lasswell dan Kaplan)
  5. Yang paling pokok bagi suatu kebijakan adalah adanya tujuan (goal), sasaran (objektive) atau kehendak (purpose).- Carl Friedrich
  6. Kebijakan merupakan ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai metode untuk menghasilkan dan mentransformasikan informasi yang relevan yang dipakai dalam memecah persoalan dalam kehidupan sehari-hari - William Dunn - (Article source Kebijakan Publik, Said Zainal Abidin,Yayasan Pancur Siwah, Jakarta.

Bude Shokilah mencatat, bahwa kebijakan lebih dapat digolongkan sebagai suatu alat analisis daripada sebagai suatu rumusan kata-kata. So, jika berpijak dari sini, analisis sederhana beliau sejak awal sebetulnya yakin, bahwa yang dilakukan DR .Sjahrazad Masdar dan DR .Sri Mulyani seharusnya sangat tidak tepat jika masuk ke rumah pidana. Keduanya punya rumah “kebijakan publik”, dan rumah itu bernama PTUN.

 

Istilah ”publik” dalam rangkaian kata public policy mengandung tiga konotasi: pemerintahan, masyarakat, dan umum. Ini dapat dilihat dalam dimensi subyek, obyek, dan lingkungan dari kebijakan kata Bude sambil bersungut-sungut.

 

Mengapa demikian? Ya, karena sejak awal tidak secuil pun fakta didapat, entah tentang memperkaya diri sendiri, tentang merugikan keuangan negara, pun korupsi! Jika dalam perjalanan penerapan kebijakan terjadi korupsi dan penyelewengan anggaran, ya yang terbukti melakukan itu yang sangat pantas masuk ranah pidana. Ibarat membasmi tikus, jangan dilakukan dengan membakar rumah. Dan rumah itu bernama kebijakan. Karena jika itu dapat dilakukan, akan berbondong-bondong lah para pejabat (baca - abdi masyarakat) masuk bui. Dan kita akan krisis eselon! Begitu kira-kira logika sederhana bude kita ini.

 

Test case dari kejadian ini sudah memakan korban, DR. Sri Mulyani Indrawati. Wanita sangat anggun dengan pancaran kecerdasan dan idealisme ini, terlanjur direngkuh World Bank. Dan hiruk pikuk Century versi DPR kita pun lemah lunglai, karena memang asbabun nuzulnya sudah pergi. Asbabun nuzul itu bernama Sri Mulyani atas nama daya tawar, dan semuanya memang habitatnya politik.

Namun bagi Bude Shokilah, menjadi salah satu orang penting di Bank Dunia jelas menunjukkan, Jeng Sri bukan sembarang orang. Kita sangat minim stok manusia dengan kualifikasi Bank Dunia (namun berlimpah stok untuk Bank Akherat?).

Di Lumajang test case serupa (tapi tak sama) dialami Bupati. Asbabun nuzulnya juga politis. Namun tidak seperti DR. Sri Mulyani yang cukup digelarkan sidangnya di gedung DPR, masalah ini terlanjur disidangkan di Pengadilan Negeri. Berangkatnya juga sama, dari rumah “kebijakan”. Di kemudian hari implementasinya ternyata berbau korupsi. Dan itu jauh hari setelah kebijakan awal dibuat, jauh hari setelah pembuat kebijakan pergi. Logika awam Bude Shokilah, mengapa urusan kebijakan di sidang pidanakan, padahal minim alibi? Memang, bisa saja kebijakan dan hukum di “centeng pereneng-kan” (baca: multi tafsir), sehingga “otak atik matuk”. Next story, syukurlah keputusan hakim setali tiga uang dengan prediksi Bude, Bebas Murni.

 

“ Tetapi apa yang dilakukan Masdar, menurut majelis hakim tidak merugikan keuangan negara ataupun ada penyelewengan jabatan. Dengan pertimbangan itu, majelis hakim membebaskan Masdar (detik.com)”.

 

Di mata Bude Shokilah, Kita memang masih selalu mencari bentuk. Sebelum jaman reformasi, di jaman Presiden Soeharto, kita lumayan punya bentuk. Bentuk itu kocar-kacir di jaman reformasi, hingga saat ini kita masih belum berbentuk .....

0 comments:

Post a Comment

Join, please