Lumajang Travelers

Lumajang Travelers, Puncak B29, Air terjum Tumpak Sewu, Sgi Tiga Ranu, Ranu Pane Base Camp Semeru Mountains.

Lumajang Social Hiking

Warna Warni Budaya Jawa, Madura, Tengger, rancak tersaji disini.

Lumajang Exotics View

Lembah luas sepanjang kaki Semeru, Gunung tertinggi di Jawa ada disini.

Lumajang Care

Masyarakat care, penuh empati, dihampar senyum, salam, dan sapa.

Harmoni Lumajang

Temukan Harmoni Lumajang diantara serakan awan dan hamparan hijau ladang dan ngarainya.

Sunday, April 6, 2014

Reward PNS Kita

Cerita tentang pegawai negeri, akan selalu menarik untuk dieksploitasi dari sudut manapun. Sudut pandang kita pada Pegawai negeri memang akan sangat banyak - dapat diambil dari berbagai sisi, baik sisi kinerja dan produktifitas, tingkat kesejahteraan dan penggajian, loyalitas, etos kerja, bahkan sampai sisi pilihan politik, tingkat perceraian, angka ketergantungan pada narkoba, an lain lain – dan lain-lain.
image
Dan diantara berbagai sudut pandang dan komentar orang, atau pakar, atau yang menamakan diri pakar, atau menyimak obrolan tetangga kiri kanan – agaknya sudut pandang miring (bisa ke kiri atau ke kanan) yang paling sering terdengar. Orang akan sering mendengar komentar berbau kurang simpatik terhadap berbagai jenis pelanggaran yang dilakukan oleh PNS, mulai dari yang bersifat kurang prinsipil (remeh temeh) – seperti shopping pada jam kantor – sampai yang bersifat prinsipil seperti kasus korupsi (walaupun yang satu ini masih kalah gaung dan proporsionalnya dibandingkan dengan wakil rakyat kita).

Wednesday, March 12, 2014

DR. HARYOTO HOSPITAL UNHOSPITALITY


Kyai Kasrtubi berkunjung di rumah sakit di pinggir kota itu dengan amat ringan dan tanpa beban. Baru memasuki pintu masuk yang diujungya terbentang selasar dan taman pojok yang dilengkapi air mancur dan biorama alam yang terkesan eksklusif, resepsionis yang di bibirnya telah terpasang cetak biru sinyum dan sapa ramah, menyambutnya dengan kesan kuat akan ketulusan.

Wednesday, February 12, 2014

Ayat-Ayat Syaiton (?)


THE SATANIC VERSE (?)

Aku senang ngobrol dengan Kyai Kastubi bukan karena masalah kitab kuning yang gundul. Bukan pula karena kyai kampung ini (meminjam terminology Gus Dur), sudah ikut-ikutan menjadi oportunis,menurut simbokku, karena berulang kali ganti kendaraan politik “hanya untuk sekedar” numpang nampang di acara-acara seremonial ulama’- umaro” di kampungku. Juga bukan masalah Ahmadiyah, kitab mujarobat, label halal, fatwa aliran sesat, ONH yang seiya sekata dengan harga minyak goreng curah, dan lain-lain topik pergunjingan remeh temeh di acara infotainment. Aku senang ngobrol dengan kyai Kastubi ternyata karena beliau punya pandangan yang selalu tidak sama dengan pandangan-pandanganku !

Pada saat aku sibuk dengan daftar hujatan ku pada Amerika karena telah menenggelamkan bangsa Irak kembali ke abad pertengahan dan menjarah habis cadangan minyaknya, kyai Kastubi dengan enteng mengatakan persetujuannnya karena AS telah membantu musuh bebuyutannya, mendiang Saddam, karena telah berbuat mubadzir dengan mengobarkan Perang Irak – Iran serta berbuat mubadzir pula dengan keputusan kurang gaweannya dengan menyerang Kuwait.
Pada saat aku bingung mencari literatur tentang Bakteri Sakazaki, beliau bilang berita itu memang telah di setting manis untuk kampanye ASI dan ikutannya (ya dana, kebijakan, opini, dll).

Pada saat aku ikut-ikutan prihatin akan semakin mindernya tentaraku karena alat-alat perangnya sudah tidak layak untuk latihan (apalagi untuk perang beneran), dia bilang itu hanya secuil manuver para broker.
Pada saat aku nerocos berargumen tentang mencari akar penyebab dan alternatif memecahkan masalah gizi buruk dari aspek optimalisasi peran masyarakat pada deteksi dini lewat Posyandu, beliau bilang bahwa cikal bakal masalah itu lahir sejak Bulog dikebiri IMF atas nama Gombalisasi. 

Jauh seberlum Menkes berimprovisasi dengan virus Flu Burung yang berakrab ria dengan adidayanya Amerika, kyai Kastubi telah dengan sinis mengatakan bahwa tidak akan mungkin kita mencari asal muasal Virus Flu Burung yang bikin demam tinggi dan sesak tinggi, dan kematian tinggi ratusan saudara kita. Apalagi dicari dengan menembaki merpati dan membakari ayam dan itik dipekarangan kita. 

Aku sebetulnya malu, karena ternyata reaksiku selalu spontan dikarenakan melihat TV, membaca Koran, Browsing Internet, atau melototi infotainment. Sedangkan Kyai Kastubi tanpa melihat hal itu selalu telah mempunyai pandangan dan pendapatnya sendiri. Jangan-jangan media menjadi the satanic verse bagiku ............... ?

Tuesday, February 11, 2014

Fit and Proper Test

Fit and Proper Test pada BirokrasiSebuah Catatan

Sejak awal – dan sering timbul tenggelam berganti topik dan gossip – di Lumajang topik fit and proper test relatif stabil menghiasi top topic, baik dimasyarakat maupun di lingkup birokrasi. Dengan jargon peningkatan sumber daya manusia pada birokrasi, yang ditopang dengan madzab transparansi dan akuntability, agaknya topik tersebut cenderung menarik dan up to date untuk diobrolkan di warung-warung seputaran stadion Semeru. dasi

Perhatian dan gerakan politis pada jargon peningkatan Sumber Daya Manusia ini memang akan selalu dirasakan relevansinya dan penting untuk ditekankan pada keluarga besar birokrasi – yang agaknya selalu bermasalah dengan kinerja dan tingkat kesejahteraan.

Pada awal cerita, rencana fit and proper test bagi para calon pejabat tersebut satu paket dengan “janji politis” lainnya – yang kemudian harus diterjemahkan dengan amanah politis.

Sebetulnya mungkin menjadi sangat logis ketika kita membicarakan fit and proper test ini apabila juga harus kita bicarakan tentang stok. Dengan stok yang melimpah kita perlu semacam media rapid sand filter (meminjam istilah media proses purified air bersih) untuk mendapatkan atau menentukan stok yang cocok bin sesuai dengan tuntutan pasar (masyarakat, user).

Konon Fit and proper Test dalam bahasa Inggris berarti pantas-patut atau layak (baca kepatutan, kepantasan, kelayakan). Sehingga test ini dapat berarti uji kepatutan, uji kepantasan, atau uji kelayakan – uji Kemampuan dan Kelayakan. Beberapa jenis uji biasanya akan diberikan menyangkut beberapa indikator, diantaranya uji kemampuan (knowledge), ketrampilan (skill) serta masa kerja. Indikator knowledge biasanya akan menyangkut parameter visi, misi, pengetahuan umum, ataupun pengetahuan yang relevan dengan bidangnya. Sedangkan skill dapat menyangkut technical skill dan managerial skill. Untuk uji kepatutan atau kemampuan biasanya akan dilakukan dengan mengaitkannya dengan sikap atau perilaku (attitude) serta masa kerja yang lampau (experience). Sementara indikator lain biasanya akan diberlakukan menyangkuit integritas dan kompetensi.

Namun kalau kita melihat prasyarat eksternal dengan memasukkan unsur stok atau ketersediaan, terdapat kenyataan yang relatif sulit dibantah, bahwa stok memang terbatas. Bahkan dengan indikator dan kriteria simple tapi wajib yang bernama Golongan, Kepangkatan, dan Masa Kerja, akan sulit mencari pilihan lain.

Karena kita tahu, jabatan struktural itu ya jabatan politis – walaupun hal tersebut menurut bude Jamilah tidak tepat – namun konvensinya kayaknya demikian. Saya menjadi teringat celotehan mbah Kasan tentang pola pembentukan kabinet di negeri tetangga sebelah – bahwa kabinet yang terbentuk dari sebuah proses ingar bingar demokrasi ujung-ujungnya merupakan kabinet sharing dan balas jasa (dari partai pendukung – begitu menurut pakar di TV One). Dan pada saat itu - tim sukses akan betul-betul sukses - sedangkan tim yang tidak sukses alias tim suksesnya lawan akan betul-betul terpuruk. Dan dogma utamanya adalah loyalitas, loyalitas yang sangat dipersempit pada ranah pribadi, dan bukan loyalitas pada standard profesi apalagi negara (terlalu ndakik-ndakik ?.

Salah mereka juga sih, sudah dibilang harus netral ya mesti netral. Namun netralitas itu mestinya juga harus berlaku pada seluruh ujung kontestan, lha sama – sama tidak netral tim sukses kemudian sukses, sedang tim yang tidak sukses kemudian terpuruk. Mbah bilang nepotisme itu sunnatulloh .... wallohu a’lam bissawab ...

Ah itu sudah menjadi cerita lama, dan cerita baru akan segera dimulai (setidaknya menurut sang dalang imajiner) - dan lakon cerita itu bernama Fit and Proper Test. Sebetulnya cerita itu akan mempunyai alur dan ending yang keren apabila tim yang tidak suksespun diberi kesempatan bertanding (seperti yang sudah sangat cantik diperagakan SBY dalam penyusunan konfigurasi pemerintahan pasca Pilpres). . Walaupun range nilai tinggi tentu akan jatuh pada indikator loyalitas – its ok – namun azas keadilan dan transparansi sepertinya akan selalu dicatat di hati masyarakat. Untuk loyalitas - apakah perlu melibatkan metode sumpah pocong dan penggunaan instrumen lie detector – celetuk bude Khasanah ............ mboh bude …… iku ben dadi urusane sedulur seng nggawe dasi wae  …..