Thursday, November 28, 2013

Century Bank Show

Century of Centurious
 
Akhir-akhir ini ide dan minat menulisku cenderung loyo dan mati kutu. Kalau ingin mencari kambing hitam, mungkin dapat kusebut sederet alibi, seperti vitalitas otak yang selalu bermasalah dengan lola (loading lama), atau bombardir blow up media massa terhadap secuil kasus (dari ribuan kasus yang sebenarnya ada). Dan seperti psikologi massa lainnya, informasi media ini sering menina bobokkan fikiran kritis penonton, kemudian perasaan dan fikiran bawah sadarny yang aktif turun naik. Apalagi blow up ini mempunyai trend selalu menggunakan referensi pakar dan yang menamakan diri pakar.

 korupsi Seorang motivator sempat tergelitik untuk berkomentar atas hiruk pikuk euforia media massa ini, dengan menyayangkan beberapa manuver tokoh yang kebetulan memang telah dianggab antagonis. Mereka telah melakukan usaha yang sia-sia, karena masyarakat sudah amat yakin dengan kesimpulannya. Pertanyaannya - apakah itu inisiatif sang tokoh atau sang tokoh telah menjadi korban industri media (dengan segudang effortnya untuk mencari suku cadang berita). Namun apapun asbabun nuzulnya, saat ini semua memang sudah tergilas industri media, minimal dari sudut opini.

Namun persoalan menjadi lain ketika media memang mempunyai seperangkat alat bukti yang valid, seperti rekaman percakapan telepon antara Anggodo dan berbagai pihak yang dihubunginya. Walaupun legalitas kekuaatan hukum masih menjadi perdebatan, namun bukti itu telah menghipnotis jutaan rakyat Indonesia dan menggiring opini mereka bahkan sampai pada kesimpulan benar dan salah. Dan ketika beberapa pihak yang telah masuk dalam percakapan itu mencoba menjelaskan, seperti komentar sang motivator diatas, akan mubadzirlah semuanya.

Its oke, apapun jenis alibi dan manuvernya, saat ini semua sudah jelas siapa yang menang dan siapa yang kalah dari perang opini dan perang pencitraan ini. Masalahnya sekarang bagaimana cara mundur yang terhormat. Cerita itu dimulai ketika Presiden membentuk Tim 8. Kalau boleh diartikan, pembentukan tim ini mungkin sudah di-nawaitu-kan sebagai jalan mundur yang elegan itu. Ketika rekomendasi tim ini di-floor kan ke publik, pada saat itu juga (sebetulnya) tahap perang opini dan pencitraan dimulai. Selanjutnya Presiden tinggal melingkari jawaban betul dan salah yang sudah sangat jelas dapat dibaca. Dan diam-diam saya salut dengan cara Presiden kita meramu kata-kata dan berekspresi dalam intonasi yang sangat pas dalam kapasitasnya.

Reaksi kurang sepadan sebetulnya justru diperlihatkan oleh para lawyer, sepertinya maqom pengetahuan hukum mereka terlalu jauh meninggalkan maqom intuisi politisnya. Seperti komentar mereka bahwa Presiden harus eksplisit menyampaikan kebijakan dan langkah atas rekomendasi ini. Justru mnenurut saya, pidato presiden sudah sangat eksplisit menanggapi rekomendasi Tim 8. Kejelasan itu menampakkan wujud aslinya, salah satunya ketika Mabes Polri mengumumkan gerbong Mutasi para Patinya (dan sang lakon termasuk di dalamnya). Walaupun masyarakat sangat maklum bahwa mutasi ini skenario mundur teratur yang elegan .... namun harus diakui cara ini ternyata relatif rahmatan bagi pihak yang berperkara. Dan saat tulisan ini di posting, kita masih menunggu skenario-skenario elegan lain dari obyek sasaran rekomendasi Tim 8, mungkinn ada yang telah menemukan cara yang jauh lebih terhormat ?

Dan cerita ini sepertinya akan terus bergulir ke episode-episode selanjutnya. Sebetulnya sang lakon telah bergeser, dari KPK ke MK !! Pada awal pergantian dari Maestro Jimly Asshiddiqie ke Machfud MD sebenarnya saya sempat kurang rahayu. Permainan cantik yang sempat dibangun Jimly (khawatir) tidak lagi dapat diteruskan Machfud, tapi ternyata produk Madura ini jauh lebih cantik dalam mengocek gerakan tanpa bola. So ... waited next game ....

0 comments:

Post a Comment

Join, please