Sunday, October 24, 2010

Media Massa Kita

Merindukan Koran Soeharto ?

 

Pernah ditulis di blog ini, bagaimana seksi dan exellent dinamika sosial di sekitar kita. Minimal kita gampang menyimaknya dari banyak media massa yang ber libido tinggi. Mereka, dengan sekali sentil sudah sangat terangsang untuk menulis dan memberitakan berbagai hal. Mulai dari yang berbau gosip, setengah nyata, sampai yang faktual. Maka, bertebaranlah disekitar kita dinamika sosial itu. Gosip perceraian dan perselingkuhan tokoh, hukum, sosial, politik, hampir di geber setiap hari. Berita aib di umbar, berceceran di setiap lekukan ketiak kita. Aromanya menyengat disetiap jengkal tanah pertiwi. Media kita memang sudah “sangat paparazzi” .... ehm.Suharto

 

Anda mungkin pernah merasakan. Atau, anda mungkin justru pernah mengamati. Aroma keburukan dan dengki selalu merasuk, setiap kita membaca koran, mendengarkan radio, dan melihat tayangan televisi. Dan anehnya, kita selalu ketagihan untuk selalu mengumbar dan berburu berita itu. Pasar mereka memang masih sekelas dengan pasar kita.

 

Membaca pernyataan salah satu pakar (Detik.com), tepat pada peringatan 1000 hari mantan Presiden Soeharto, bahwa rakyat merindukan suasana era Soeharto, dan bukan pada sosok Soeharto, mungkin BENAR adanya. Rasa dendam dan dengki pada saat itu, minimal, tidak di obral kepada rakyat oleh media, setiap saat, setiap waktu.

 

Pada saat itu, melalui media kita selalu disuguhkan kepada berita baik, berita keberhasilan, berita gotong royong, berita PEMBANGUNAN! Walaupun bagi sebagian besar penganut madzab HAM dan Demokrasi, era itu akan dukuliti habis dengan beribu lembar tesis dan buku. Namun tidak bagi Bude Jamillah, dan berjuta teman bude lainnya. Saat itu, ada sesuatu yang sedikit menentramkan saat membaca media , walau juga sedikit kebosanan.

 

Saat ini, kita sulit mendapatkan berita-berita itu. Media kita selalu dan selalu berisi kritik, makian dan gosip! Jarang kita melihat pujian dan kebaikan mereka muat. Ambil contoh gampang, setiap yang dilakukan Presiden SBY, akan selalu istikhomah disambut media dengan kritik dan hujatan. Dan media dengan istikhomah pula mengambil “pakar” atau nara sumber wawancara yang dari “sono” nya sudah tidak punya kosa kata halus. Itu presiden, apalagi Bude Jamillah ... !

 

Masyarakat pembaca, pendengar dan pemirsa media kita mungkin memang “enjoi” atau “sumpek” menerima suguhan media kita. Masih perlu rapid survey, begitu ujar Bude Jamillah. Namun potret jelas sudah tergambar di peta sosial kita. Kata pakar juga, masyarakat kita sudah kehilangan jati diri dan karakteristik bangsa. Setiap hari kita melihat, mendengar, dan membaca (dari media juga), orang saling sikut dan injak berebut zakat, saling bunuh karena secuil rupiah, saling bakar, saling umpat. Rasa gotong royong dan empati raib di mangsa keserakahan, dendam kesumat, dan makian.

 

Atau itu istikhomah andil media juga bude ? ..... Wallohu a’lam ...

0 comments:

Post a Comment

Join, please