Thursday, September 2, 2010

Malaysia si Jiran


 Ramadhan di Malaysia

Ramadhan ini kita disuguhi banyak gejala sosial yang semakin hari menjelma menjadi sebuah trend. Beberapa contoh dapat menjadi ingatan kita, kematian massal kasus minuman oplosan, Ibu dan anak melakukan harakiri dengan membakar diri,  penculikan anak, terorisme (yang dianggap teroris), dan segudang gejala lainnya yang kebetulan sebagian besar bermakna negatif.

Hiruk pikuk gejala paling anyar yang disuguhkan sebagian besaar media adalah tersulutnya harga diri bangsa oleh Malaysia. Gejala ini diantaranya melahirkan demo marak menjurus anarkis di Kedubes Malaysia. Dan sontak media meramunya menjadi agitasi yang membius, dengan pemisahan antara fakta dan realita menjadi kabur untuk dibedakan. Sebelum pembedaan itu menjadi jelas, su’udhon kita keburu kita implementasikan menjadi umpatan, makian, hujatan bahkan vandalism. Bentuk implementasi ini sebetulnya sudah menjadi trademark serta sudah berhasil menggerus budaya ketimuran kita. Kita sudah menjadi identik dengan budaya kekerasan (?).

Terlepas dari itu, sebagian besar diantara kita setuju untuk satu hal, kita telah menjelma menjadi sebuah negara yang kurang disegani di wilayah ini. Tetangga kita menjadi sangat kurang berhitung untuk mengusik ketenangan kita (walaupun itu juga menjadi debatable karena suatu alasan (baca status perbatasan). Namun itu menjadi hal yang kecil dimungkinkan di era negara ini belum menjelma menjadi reformis (?) seperti saat ini.

Keadaan menjadi runyam ketika para pemimpin di negeri ini menjadi gamang untuk bersikap, bahkan untuk sekedar mengaum (tanpa mencakar pun). Atau justru mereka tahu diri? Mereka tahu diri, masih jelas tergambar orang berduyun duyun saling sikut berebut zakat, saling membunuh karena sejengkal tanah, bunuh diri massal karena secuil utang.

Masih sangat bertumpuk konsekuensi hasil kebijakan mereka, ledakan bertubi-ubi gas 3 kg di dapur-dapur masyarakat miskin kita, berderet penggusuran, overload kendaraan dan macet abadi di jalan-jalan utama kita, korupsi, kolusi dan daftar panjang masalah pelik tanpa jalan keluar di negeri ini.

Atau kita secara berjamaah menjadi bernyali ciut membayangkan ribuan saudara kita berduyun duyun keluar dari perkebunan karet dan sawit Malaysia. Kita takut ratusan ribu  pengangguran baru yang siap melahirkan dan menelantarkan jutaan istri, suami, dan anak-anak mereka, yang akan menjelma menjadi monster baru yang siap meruntuhkan citra mereka. Dan itu kabar buruk pada pesta demokrasi yang akan datang.

Saya menjadi ingat pesan Bude Jamillah (yang mengutip ayat Al-qur’an), ; Bagaimana Kondisi suatu bangsa, maka demikianlah dengan pemimpin mereka. Pemimpin kita adalah cermin kondisi kita, demikian kalau boleh disimpulkan. Dan hasil penilaian pada pemimpin kita akan sangat beragam tergantung sudut pandang kita, sudut pandang tim sukses, sudut pandang tim yang tidak sukses, dan sejuta sudut pandang yang mewakili posisi dan kepentingan. Kita akan menjadi sangat sulit menemukan sudut pandang yang tidak punya tendensi. So, semua tetap berjalan, dan pro-kontra itu sunnatullah. Terpenting .... Hiduplah dengan Orisinalitas Kita  ......


      


0 comments:

Post a Comment

Join, please