Sunday, April 6, 2014

Reward PNS Kita

Cerita tentang pegawai negeri, akan selalu menarik untuk dieksploitasi dari sudut manapun. Sudut pandang kita pada Pegawai negeri memang akan sangat banyak - dapat diambil dari berbagai sisi, baik sisi kinerja dan produktifitas, tingkat kesejahteraan dan penggajian, loyalitas, etos kerja, bahkan sampai sisi pilihan politik, tingkat perceraian, angka ketergantungan pada narkoba, an lain lain – dan lain-lain.
image
Dan diantara berbagai sudut pandang dan komentar orang, atau pakar, atau yang menamakan diri pakar, atau menyimak obrolan tetangga kiri kanan – agaknya sudut pandang miring (bisa ke kiri atau ke kanan) yang paling sering terdengar. Orang akan sering mendengar komentar berbau kurang simpatik terhadap berbagai jenis pelanggaran yang dilakukan oleh PNS, mulai dari yang bersifat kurang prinsipil (remeh temeh) – seperti shopping pada jam kantor – sampai yang bersifat prinsipil seperti kasus korupsi (walaupun yang satu ini masih kalah gaung dan proporsionalnya dibandingkan dengan wakil rakyat kita).

Berbagai kenyataan tersebut sepertinya telah mengusik berbagai kalangan, baik pemerintah maupun partikelir. Mereka sibuk merumuskan berbagai teori dan argumentasi terkait perbaikan kinerja dan produktifitas. Sebagian berbicara masalah penegakan disiplin, sebagian lagi antusias menyoroti masalah tingkat kesejahteraan, mentalitas, budaya, keteladanan, sistem, dan lain- lain – dan lain-lain.

Dari berbagai analisa penyebab diatas, jika di “onceki jerohane” - dengan fish bone misalnya – ceille jek ngelipe cak- maka akan ditemukan seribu akar masalah. Sangat dimungkinkan, ujung tulang dari eksploar itu nantinya akan mengerucut pada satu tersangka, yaitu SISTEM.

Kita sudah sangat mumpuni dalam hal otak-atik sistem ini. Mungkin dapat dimisalkan pada sistem militer kita. Sistem militer di Indonesia terbukti sakti dan clear, baik aspek sinkronisasi, koordinasi, komunikasi. Loyalitas dan tingkat disiplinnya juga terbukti tidak bisa diragukan lagi, setidaknya sejarah modern kita telah membuktikannya. Kita dapat melihat, sementara di negara lain problem militer masih berkutat pada mentalitas dan loyalitas (baca-kudeta), Indonesia hanya bermasalah pada anggaran dan sistem alutsista.

Berangkat dari hal diatas sebetulnya kita mampu dalam menciptakan sistem yang konsisten dan produktif. Kemudian apa sebetulnya masalah kita? Apa sebetulnya masalah PNS kita? Sebuah sistem yang belum dapat menyentuh esensi mentalitas? Sebuah sistem yang belum mampu menjelma menjadi budaya? Atau jangan-jangan kita memang belum mempunyai sebuah sistem?

Dalam sistem pembinaan PNS, antara lain kita sudah lama menyetujui sistem Reward and Punishment. Kita sudah sering mendengar PNS yang diberikan surat peringatan, diturunkan pangkatnya, digelandang ke meja hijau. Semua tindakan itu diniatkan sebagai salah satu media dan sarana pembinaan – katanya. Namun kita jarang mendengar serangkaian reward yang diberikan kepada PNS.

Suatu tindakan yang seringkali diniatkan sebagai bentuk reward adalah pengangkatan dalam jabatan, artinya diangkat dan menduduki jabatan struktural, baik kepala seksi, kepala bidang, kabag, dan lain-lain. Namun pengangkatan ini sangat mensyaratkan kecukupan pangkat dan golongan. Artinya seorang PNS yang mempunyai pangkat dan golongan yang belum mencukupi untuk menduduki jabatan struktural (maqomnya sebatas di kepala staf ... ) biarpun kinerja dan prestasinya setinggi langit, tidak akan berkesempatan mendapatkan reward versi struktural ini.

Pertanyaan lain akan sulit dijawab apabila menyangkut indikator dan alat ukur kinerja staf ini. Kalau kinerja pejabat – selama dia mampu mengamankan kebijakan boss n tidak ada masalah dengan koran dan tabloid – amanlah dia. Namun bagi seorang staf, jungkir baliknya dia paleng banter yang tahu hanya kepala seksi, setelah itu wes hewes hewes bablaslah angine .... Maka mungkin benar rasan-rasan sesama kepala staf ini, bahwa yang patheng apel dan yang jarang apel, yang babak belur dihajar SPj dan yang kerja sambil makelar sepeda tidak ada bedanya ... tanggal satu sama-sama gajian !

Lalu harus dari mana kita memulai gerakan pemberian reward ini ? Minimal sebelum sistem berhasil diciptakan - semacam renumerasinya Depkeu atau Sertifikasinya guru .... kita harus memulainya dari aspek agama dan keyakinan kita. Bahwa kerja adalah ibadah, bahwa kita memang sebuah pribadi yang pantas untuk kemanfaatan bagi orang lain ....

to be continued ....

0 comments:

Post a Comment

Join, please