Sunday, January 18, 2015

Sisa Catatan Kecil Air Asia itu

Antara Parasut dan Menjinakkan Gravitasi

Hal pertama yang menjadi pertanyaa awam saya ketika mendengar Air Asia Hilang kontak adalah, bagaimana sebuah barang dengan harga lebih dari 1 billion rupiah bisa tidak terdeteksi keberadannya ketika loss contact. Saya menjadi khawatir peristiwa Malaysia Airlines tempo hari terjadi pada Air Asia. Khawatir TNI dan Basarnas dengan tanpa kepastian dan keyakinan, akan hiruk pikuk diseantero wilayah koordinat samudra untuk mengendus nya. Alhamdulillah keberadaan Air Asia segera diketahui beberapa hari kemudian.

Kembali ke pertanyaan awam saya, harga selangit sebuah pesawat, komponen terbesarnya sebetulnya mengarah kemana sih? Aspek kenyamanan, aspek kemanan, pajak, keangkuhan teknologi, atau "ke-ke" yang lainnya? Berapa lapis tool yang dicadangkan sehingga jika sebuah force majeur  menimpa sebuah pesawat kita tak lagi dibingungkan lagi dengan hanya pada proses pencarian koordinat keberadaan?

Saya menjadi teringat pada (konon) kemajuan teknologi spionase jauh ketika jaman era perang dingin dulu. Bagaimana teknologi Barat mampu membaca (bahkan) sebuah kolom majalah yang dibaca pejabat kremlin.Itu dulu, belum saat ini, ketika era google dan android telah membuat terperangah kita kaum pengguna (bukan barisan pencipta).Bagaimana kenyataan kita tak lagi punya ruang privasi secuilpun dihadapan para pencipta itu. Kita punya acount media sosial di rumah mereka, kita punya email di rumah mereka, kita chatting, upload gambar, mengeluh, menggerutu dan sejuta ekspresi kegalauan kita tulis di server dan hosting mereka. Bahkan kita menyimpang sedikit kerja dan dokumen kita di cloud mereka. Intinya, saya pikir, kita sudah menyerahkan data diri kita pada para pencipta dan pemodal.

Apalagi sebuah jati diri pesawat semahal dan secanggih itu. Teknologi macam apalagi yang belum sempat dibenamkan pada mereka? Namun ada sedikit otak atik logika awan saya menyangkut itu. Berbagai keterbatasan, kalau boleh diasumsikan sesederhana itu, teknolohi saat ini, diantaranya karena kegagalan teknologi dalam menjinakkan gravitasi. Saya membayangkan bagaimana wajah bumi akan berubah total jika gravitasi bisa dijinakkan. Taruhlah pada sektor transportasi, kemacetan tidak lagi terjadi di daratan jalan raya, di angkasapun akan disibukkan dengan macet dan pengaturan kanal jalur taransportasi. Dan kita tidak akan lagi mendengar pesawat terbang jatuh.

Ok lah jika ide menjinakkan gravitas terlalu jauh. Lagi-lagi pertanyaan awan saya. Mengapa sebuah pesawat tidak dilengkapi parasut cadangan sebagai pilihan terakhir jika terjadi loss tenaga? Saya membayangkan sebuah pesawat terbang yang turun pelan-pelan dengan parasut besar yang mencekeram kuat body pesawat.Toh pada pesawat tempur, penggunaan parasut untuk membantu proses pengereman sudah biasa digunakan.

Menyangkut cumulusnimbus? ... akal memang sering lupa diri, teknologi kadang berdiri angkuh ditengah ingar bingar kecanggihannya". Kita juga sering dibodohi dengan casing dan harga. Padahal dihadapan pencipta kita tidak ada apa-apanya ...

0 comments:

Post a Comment

Join, please